Rabu 24 Apr 2024 09:32 WIB

Mampu Tapi tak Niat Pergi Haji, Berdosakah?

Melaksanakan ibadah haji merupakan kesempatan yang mulia bagi umat muslim.

Rep: Mgrol150/ Red: Muhammad Hafil
Jamaah haji mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, saat yang lain menonton Maqam Ibrahim, atau Stasiun Ibrahim, di sebelah kiri, di kota suci Mekah di Arab Saudi, Selasa, 5 Juli 2022. Arab Saudi diharapkan untuk menerima satu juta Muslim untuk menghadiri haji, yang akan dimulai pada 7 Juli, setelah dua tahun membatasi jumlahnya karena pandemi coronavirus.
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Jamaah haji mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, saat yang lain menonton Maqam Ibrahim, atau Stasiun Ibrahim, di sebelah kiri, di kota suci Mekah di Arab Saudi, Selasa, 5 Juli 2022. Arab Saudi diharapkan untuk menerima satu juta Muslim untuk menghadiri haji, yang akan dimulai pada 7 Juli, setelah dua tahun membatasi jumlahnya karena pandemi coronavirus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Melaksanakan ibadah haji merupakan kesempatan yang mulia bagi umat Muslim. Karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk berangkat haji akibat keterbatasan yang dimiliki mulai dari fisik maupun finansial. Maka, jika ada orang yang mampu berangkat haji, tetapi ia tidak berkeinginan untuk berangkat haji, ia telah melakukan dosa besar.

Seluruh perintah yang diberikan Allah SWT merupakan suatu kebaikan dan seluruh larangan-Nya adalah keburukan. Allah SWT telah memerintahkan umat muslim untuk menunaikan ibadah haji seperti yang tertulis pada surat Al Hajj ayat 27 dan 28 yang berbunyi,

Baca Juga

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ ﴿٢٧﴾ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُم

Artinya : “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.”

Allah SWT juga memperingatkan bagi orang yang tidak melakukan kewajiban padahal Allah SWT memerintahkan ibadah tersebut. Sebagaimana tertulis pada surat Ali Imran ayat 97 yang berbunyi,

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Arab Latin : Fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm(a), wa man dakhalahū kāna āminā(n), wa lillāhi ‘alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā‘a ilaihi sabīlā(n), wa man kafara fa innallāha ganiyyun ‘anil-‘ālamīn(a).

Artinya: “Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”

Menurut tafsir Ibnu Katsir, ia berkata, “Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah SWT Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”, yaitu: Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya dia telah kafir, dan Allâh tidak memerlukannya.” 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement